Keterangan Gambar : Ustadz H. Miftahul Chair, S.Hi. MA dan Ketua GMKI Korwil Sumut NAD Gito M Pardede (Foto Istimewa)
RADARMEDAN.COM - Tokoh pemuda kristen, Gito M Pardede khawatir atas kondisi terkini Sumatera Utara pasca adanya gerakan SAVE BABI beberapa hari lalu di Medan. Hal itu diungkapkannya ketika diwawancarai wartawan RADARMEDAN Kamis (13/2) sekitar pukul 12.00 WIB.
Gito M Pardede, Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen (GMKI) Wilayah Sumut - NAD berharap masyarakat jangan mudah terprovokasi.
"Kita khawatir atas kondisi terkini Sumut, gerakan yang dibangun ditengah masyarakat itu sensitif, kita jangan mudah terprovokasi ini murni tentang perekonomian masyarakat," jelas Gito.
Ia juga memaparkan bahwa sesuai instruksi menteri pertanian bahwa ada 18 daerah yang masuk kategori wabah. Karena itu ia juga mendorong agar Forkopimda bergandeng tangan mencari solusi.
"Sudah saatnya bergandeng tangan mencari solusi, tidak ada gunanya saling menyalahkan. Tidak mungkin solusi itu bisa didapat apabila ada aturan tapi peternak tidak mau mengikuti aturan," papar Gito.
Menurut Gito, GMKI sudah menawarkan kepada Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi terkait usulan masalah ternak babi, dan disambut baik. Menurutnya Gubernur akan membentuk tim khusus untuk menyelesaikan virus babi ini.
Sementara itu, salah satu tokoh agama Ustadz Miftahul Chair yang berhasil diwawancarai wartawan menyatakan sikap menghargai toleransi adalah bijak. Toleransi dan menghargai perbedaan pandangan harus dimulai dari seorang pemimpin. Jika pemimpin tidak menghargai perbedaan maka hilanglah kepercayaan dari suatu masyarakat. Jika ada pemimpin seperti itu, maka itu diibaratkan ia berjalan di tepian malam yang gelap gulita dalam keadaan buta.
" Adapun rencama gerakan tolak savebabi itu sendiri, saya rasa ketidaktahuan mereka tentang maksud savebabi itu. Walaupun gerakan itu katanya masih wacana namun diharapkan umat Islam tidak ikut terprovokasi," ujar Ustadz Miftah.
Ia juga mengapresiasi solidnya masyarakat atas perjuangan save babi, karena sebagian besar masyarakat nasrani menggantungkan hidupnya dari beternak babi, termasuk pengusaha rumah makan. Aksi ini terjadi hanya karena kurangnya komunikasi antara pemerintah dan masyarakat.
"Masyarakat hanya meminta kejelasan sikap pemerintah daerah karena wacana pemusnahan virus itu disalahpahami menjadi pemusnahan babi. Logikanya sederhana jika ada manusia yang terkena virus penyakit, kan tidak mungkin manusianya yang dimusnahkan," ujar Ustadz Miftah.
Lanjutnya, selain itu pula, pemilihan kata "pemusnahan" adalah kurang bijak karena bisa memancing kericuhan. Alangkah lebih baik menggunakan kata "penanganan" karena lebih menunjukkan sikap kepedulian dan sungguh-sungguh bekerja untuk Sumut yang lebih baik.
"Dikhawatirkan juga gerakan tolak savebabi lebih kepada gerakan politik identitas, berbeda dengan gerakan savebabi yang lebih murni menunjukkan kesan perjuangan ekonomi masyarakat dan penghargaan dan menjunjung tinggi perbedaan dan keragaman," pungkas Ustadz Miftah. (Ronny)/PE/red
TAG : sumut,sekitar-kita